Detik-detik yang Seolah Abadi

Rajwa Aqilah
1 min readMay 31, 2023

--

Aku kembali pulang malam kali ini. Sehabis mengerjakan projek kerja, tertawa-tawa riang, kupaksakan diri menjawab “yuk” ketika diajak lanjut ke pemberhentian berikutnya untuk isi perut sambil gosip-gosip cantik. Itu hanya formalitas, sejujurnya aku sudah malas dan kehabisan napas. Tapi, bisa apa aku ketika nyaris semua mengatakan hal yang sama? Itung-itung, sekaligus melepas penat, batinku memberi semangat. Barangkali setelah itu aku akan kelelahan dan segera tidur ketika tiba di kamar. Tapi, memang dasarnya manusia cuma bisa berencana. Lagi-lagi, aku terpedaya.

Ragaku hanya bisa bertahan hingga setengah sebelas. Setelah itu, aku pamit dengan sisa senyum yang mungkin sudah terlihat tak ikhlas. Setidaknya sampai situ aku masih waras. Tapi tidak ketika aku menyetir pulang, melintas di atas jalan yang lengang sambil menatap rembulan yang terang di langit gelap. Mataku melihat ke depan.

Sial. Ini jalan yang sama.

Ini adalah jalan yang sama, dengan waktu yang nyaris persis sama hingga membuatku seolah terlempar kembali ke hari dimana semua menjadi jelas.

Hari ketika aku tahu bahwa semua ini tak akan berbalas.

Kembali tiba di tikungan, kini aku mengambil kiri. Suaramu terdengar diselipi tawa yang menggelitik, merengsek masuk ke dalam kepala dengan baik. Padahal, kejadian itu hanya sepersekian detik. Padahal, kita tak pernah melewati jalan itu dua kali.

Tapi, mengapa semua terasa begitu nyata seolah ia akan abadi?

--

--